I made this widget at MyFlashFetish.com.


I made this widget at MyFlashFetish.com.

Friday, August 2, 2013

99% akankah itu berarti?

Seorang anak laki-laki berpamitan pada kedua orangtuanya, seraya menghidupkan kuda besinya yang telah tua namun masih prima. Bak seorang ksatria dia melangkah dengan gagah dan penuh optimis untuk meraih kemenangan di medan laga. Diiringi do'a restu dari kedua orangtuanya disertai titipan salam dan bekal perjalanan, si anak laki-laki akhirnya memacu sang kuda besi. Berangkatlah ia menuju medan laga yang dimaksud.

Di perjalanan, segala rintangan dilaluinya. Hewan-hewan buas penguasa jalanan dilewatinya dengan mudah hanya dengan bermodalkan kuda besinya yang telah usang namun setia. Aral rintangan tidak ia rasakan, yang ada hanya bahagia mengingat imbalan yang akan ia dapat dari hasil perjalanan ini. Setelah sampai di kota persinggahan, si anak laki-laki ini berhenti di suatu kedai untuk membeli peti untuk mempercantik "bekal perjalanannya", bekal ini sejatinya adalah hadiah yang akan ia berikan untuk PUTERI dari kerajaan seberang. Singkat cerita hadiah tersebut telah siap dan cantik, dalam pertimbangan si anak laki-laki hadiah tersebut sudah layak untuk ia berikan pada sang puteri. Meskipun hadiah itu tak cukup cantik untuk menandingi kecantikan sang puteri yang akan ia temui. Setelah yakin hadiah siap untuk dipersembahkan, sebelum meneruskan perjalanan, si anak laki-laki mengirim pesan melalui ilmu telepatinya pada sang puteri bahwa ia akan segera menuju istana keluarganya. Pesan pun berbalas dengan ucapan konfirmasi dan do'a dari sang puteri.

Si anak laki-laki pun melanjutkan perjalanannya. Rintangan di perjalanan telah ia hadapi, teriknya panas matahari di perjalanan tak jadi masalah, itu tak sebanding dengan "pelatihan" yang telah dijalani si anak laki-laki di gurun pasir nun jauh disana. Dimana berasalnya hadiah yang akan ia persembahkan kini. Semerawutnya hutan rimba beton dijalaninya dengan santai, semua seolah tak ada apa-apanya hingga kemudian ia menemui jalan yang ramah dan tanpa hambatan, sunyi dan menyejukkan, kota dimana istana yang ia tuju berada. Semakin dekat jarak antara dirinya dan tempat tujuan, semakin kegundahan menyelimuti fikiran si anak laki-laki ini. Rasanya seperti sihir, ia bisa tertawa sendiri di jalanan, ia bisa tiba-tiba sedih, ia bisa merasakan sesak di dadanya, bahkan ia bisa merasakan bahwa ia seperti sedang melayang, lupa dan hilang kendali atas kuda besi yang kini ia tunggangi. "Gawat! hampir saja nyawaku terancam" batin si anak laki-laki. Di perjalanan pikirannya kalut, kadang kosong, kadang sibuk sekali. Sihir semacam ini sulit sekali dijelaskan, tapi orang-orang kebanyakan lebih sering menyebut gejala sihir seperti ini dengan nama CINTA.

Beratnya perjalanan baru ia rasakan kini, semakin dekat dengan istana semakin kuat sihir itu ia rasakan. Ia teringat akan perkataan Ayahnya sebelum berangkat. "Nak, apa yang telah kamu persiapkan sebelum berangkat ke sana?" hmm ia kebingungan, ia "hanya" membawa bekal perjalanan, sang kuda besi, dan seragam tempur terbaiknya, meskipun ia merasa cukup tapi entah mengapa masih ada perasaan ragu di dalam dadanya. Baiklah setelah sang Ayah mengetahui kondisi si Anak laki-laki sudah ia rasa siap, lalu pertanyaan berikutnya meluncur. "Jika kamu bertemu Sang Raja di istananya lalu apa yang akan kamu lakukan? apa yang akan kamu bicarakan disana?" pertanyaan yang tak pernah dapat ia jawab dengan jelas, "lihat saja nanti." jawabnya seolah penuh percaya diri. Pikiran kalut ini hampir saja membuat si anak laki-laki memutar balik haluannya, namun bayangan manisnya senyum sang puteri yang telah lama tak ia jumpai menggugurkan kegundahan hatinya. Senyuman yang senantiasa mengisi fikiran si anak laki-laki kemanapun ia berkelana, senyum yang membuatnya selalu kembali ke kota dimana mereka pertama kali berjumpa dahulu. Namun serangan sihir itu rasanya tak habis-habis. Setelah membuat kalut fikirannya, kini serangan sihir itu menyesatkan si anak laki-laki, ia baru menyadari bahwa rute perjalanan yang ia ambil salah. Menyimpangkannya dari tujuan semula. Untung belum terlambat sebelum ia masuk ke hutan rimba yang buas dengan segala penghuni yang ada di dalamnya. Hal ini cukup menggangu, membuat si anak laki-laki cukup kelelahan. ia memutar jalan lalu kembali pada rute yang seharusnya. sang kuda besi masih terus berpacu, melewati medan berbatu yang berbukit-bukit dan melelahkan, untungnya tak ada hambatan lain lagi yang terlalu berarti. Istana rasanya semakin dekat, si anak laki-laki merasa semakin janggal, kini dadanya berdetak-detak kencang sekali, nafasnya terasa sesak, pandangannya mulai kabur dan nyaris kehilangan kesadarannya. Ia mencoba bertahan, pengaruh sihir itu semakin kuat! atmosfir udara di sekitarnya terasa semakin menipis, nafasnya semakin memburu, namun hanya demi bertemu sang puteri, sihir sekuat apapun akan ia lawan, rasanya hidupnya takkan berarti bila tanpa sang puteri ada di sisinya. Di tengah kesadarannya yang semakin menipis, si anak laki-laki masih terus memacu kuda besinya, hingga ia lihat gerbang istana yang ditujunya. Maka terasa berhentilah nafas dan detak jantungnya.

Si anak laki-laki ini merasa bahwa disinilah pusat radiasi sihir itu memancar, rasa hilangnya harapan hidup merasuki rongga dadanya yang terasa hampa udara, sesak berganti sensasi aneh di dada, jantung hatinya seolah meloncat-loncat beterbangan kesana kemari seperti seekor kupu-kupu di taman bunga. Apa yang membuatnya begitu gentar? Ia merasa bukan siapa-siapa, apa tujuannya menempuh perjalanan kesini? apakah ia seorang bangsawan yang merasa pantas untuk memasuki kehidupan kalangan istana? apakah ia seorang yang memang cukup pantas bahkan untuk menghadapkan wajahnya pada sang putri? ia hanya orang biasa! Fikirannya bergulat dengan sengit, tapi toh bukankah semua diri kita ini sama saja? dari manapun kita berasal, apapun latar belakang kita, warna kulit, ciri fisik, suku, budaya, maupun bahasa yang kita gunakan, apakah hal itu akan menjadi penghalang bagi perasaannya pada sang puteri? seharusnya semua adalah sama rata di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, dan hanya dengan izin-Nya lah semua hal dapat terjadi. lamunan panjang lebar ini kemudian terpecah ketika pintu gerbang istana terbuka. Tak tanggung-tanggung sang puteri sendiri yang membukakannnya, si anak laki-laki tahu itu, ia sempat menangkap sorot mata sang puteri sebelum ia merasa malu sendiri hanya demi menatap mata seorang gadis yang ia kagumi itu, si anak laki-laki kemudian tersenyum kecil sebelum tertunduk malu. Ia lalu melanjutkan memarkir kuda besinya. Akhirnya ia sampai juga di tempat tujuan setelah perjalanan yang panjang berliku.

Ucapan salam terucap dari mulut si anak laki-laki. Salam bersambut balasan salam dari suara lembut sang puteri, hadiah yang ia bawa kemudian diserahkan pada Paduka Ratu, tak lupa ia sampaikan salam dari kedua orangtuanya. Ucapan terimakasih, ucapan salam balik dan pembicaraan singkat mengalir sebelum kemudian dilanjutkan pada pembicaraan dengan sang puteri, pembicaraan yang ia nantikan sejak lama. Sepasang bola mata yang nampak berkilauan membuat si anak laki-laki menunduk malu beberapa kali. Ada rasa bahagia yang terpercik di dalam dadanya, meskipun suasana di istana tak seperti skenario awal yang ia fikirkan, kesempatan untuk melepas rindu cukup membuat dirinya bahagia. Waktu tak terasa berlalu, meskipun rasanya singkat dan tak ingin untuk mengakhiri pertemuan ini, namun waktu jugalah yang memisahkan. Sang anak laki-laki kemudian berpamitan pulang, pertanyaan-pertanyaan singkat pun hinggap di hatinya seperti rintik-rintik hujan. Akankah semua ini sia-sia? Apakah ini hanya permainan saja? Akankah semua ini membuahkan hasil? Akankah kami dipersatukan? Apakah ia dapat merasakan apa yang aku rasakan? Apakah ia yang akan menjadi pendampingku saat aku bukan lagi hanya sebagai si anak laki-laki?" pertanyaan yang tiada henti tak dapat ia tampung lagi, yang jelas ia telah mengusahakan semuanya yang ia mampu. 99% telah ia kerahkan untuk memperjuangkan perasaannya, 1% lagi yang paling vital hanya dapat ia sampaikan melalui do'a-do'a yang terselip rasa rindu di dalamnya. 1% yang akan mengisi dan menggenapi semua rangkaian cerita hanya dapat diisi dengan izin dari Yang Maha Kuasa.

Di perjalanan pulang, dalam langkah kuda besinya, dalam senyap si anak laki-laki berdo'a. "Tuhan, Engkau telah memberi aku nikmat dan karunia dengan membiarkan aku berusaha dan berencana. Pada akhirnya Engkau jualah yang menentukan hasilnya, apapun yang Engkau berikan padaku aku yakin itu adalah yang terbaik, hanya saja berikanlah hamba-Mu ini kesempatan untuk berusaha dan berencana lebih jauh bersama ia yang telah hamba pilih."

No comments:

Post a Comment